Artikel
Menunda Keberangkatan Haji Ketika Sudah Mampu, Apakah Berdosa?


Menunda Keberangkatan Haji Ketika Sudah Mampu, Apakah Berdosa?

Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk berhaji ketika sudah mampu. Para ulama menjelaskan, orang yang memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah haji, ketika ia telah memenuhi lima keadaan sebagai berikut:

  1. Beragama Islam
  2. Berakal dan dalam keadaan sadar (tidak gila)
  3. Baligh (cukup umur)
  4. Memiliki kemampuan perbekalan dan kendaraan
  5. Merdeka (bukan budak)

Terdapat dua pendapat, terkait dengan menyegerakan haji ketika sudah memenuhi kelima persyaratan tersebut di atas. Mayoritas atau jumhur ulama dari mazhab Al-Hanafiah, Al-Malikiyah dan A-Hanabilah berpendapat bahwa ibadah haji wajib dan langsung dikerjakan ketika seseorang dianggap telah memenuhi syarat wajib, dan tidak boleh ditunda-tunda. Pendapat ini tercantum dalam beberapa kitab, antara lain Syarah Al-Kabir jilid 2, Al-Mughni jilid 3, dan Al-furu' jilid 3.

Menurut sebagian besar para ulama, kewajiban berhaji bagi orang yang telah mampu dan memenuhi syarat disebut al-wujubu ‘ala al- fauri. Pilihan untuk menunda haji, ketika seseorang memenuhi syarat, tergolong dosa. Pendapat ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW., antara lain:

مَنْ مَلَكَ زَادًا وَرَاحِلَةً تُبَلِّغُهُ إِلَى بَيْتِ اللَّهِ وَلَمْ يَحُجَّ فَلاَ عَلَيْهِ أَنْ يَمُوتَ يَهُودِيًّا أَوْ نَصْرَانِيًّا

Orang yang punya bekal dan kendaraan yang bisa membawanya melaksanakan ibadah haji ke Baitullah tapi dia tidak melaksanakannya, maka jangan menyesal kalau mati dalam keadaan Yahudi atau Nasrani. (HR. Tirmidzi).

Pendapat untuk segera beribadah haji, ketika sudah mampu,  juga terkait dengan Hadits Nabi Muhammad SAW mengenai perintah segera berhaji, sebelum muncul halangan untuk melaksanakannya.

حَجُّوا قَبْلَ أَنْ لاَ تَحُجُّوا

Laksanakan ibadah haji sebelum kamu tidak bisa haji. (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi).

Selain itu, menyegerakan berangkat haji bertujuan untuk secepatnya menyempurnakan ibadah kepada Allah SWT. Hal ini terkait dengan kondisi beberapa orang, yang kurang mahir mengatur kekayaan dan keuangan. Ketika mereka dalam kondisi finansial yang cukup, harus segera berangkat haji. Apabila mereka menunda keberangkatan haji, muncul kekawatiran harta dan uang mereka miliki habis, sehingga tak lagi mampu berangkat haji. Pendapat ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW sebagai berikut :

تَعَجَّلُوا إِلىَ الحّجِّ يَعْنيِ الفَرِيْضَةِ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِي مَا يَعْرِضُ لَهُ

Bersegeralah kamu mengerjakan haji yang fardu, karena kamu tidak tahu apa yang akan terjadi. (HR. Ahmad).

Terdapat sebagian ulama yang berpendapat, boleh menunda berhaji. Bahkan seseorang tanpa uzur atau halangan, boleh mengulur waktu keberangkatan haji. Para ulama berpendapat, kewajiban berhaji dapat ditunda dan diakhirkan hingga batas waktu tertentu. Meski orang tersebut telah memenuhi syarat wajib. Istilah terkait kondisi ini adalah al-wujubu’ala at-tarakhi.

Sebagian ulama berpendapat, jika seseorang telah memenuhi syarat wajib, sebaiknya segera berhaji. Hal ini lebih utama dan lebih baik. Tetapi, apabila orang tersebut memiliki niat dan tekad (azam) untuk berhaji di waktu yang akan datang, maka ia tidak berdosa.

Pendapat ini berdasarkan sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW atau sirah nabawiyah. Para ulama berpendapat, perintah untuk berhaji dalam QS. Ali Imran ayat ke-97, turun pada tahun keenam hijriah.

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Mengerjakan ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Siapa mengingkari, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam. (QS. Ali Imran : 97).

Namun Nabi Muhammad SAW beserta kurang lebih 124.000 sahabatnya baru berhaji di tahun kesepuluh hijrah. Hal ini menandakan, Nabi Muhammad SAW menunda haji selama empat tahun. Padahal dalam kurun waktu tersebut, Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat tergolong mampu untuk beribadah. Terlebih setelah peristiwa penaklukan atau Fathu Mekkah di tahun kedelapan hijriah.

Setelah peristiwa tersebut, kaum kafir Quraisy tak lagi menjadi penguasa Mekkah, sehingga Nabi Muhammad SAW dan para sahabat terjamin keamanannya ketika beribadah.  Di tahun kesembilan hijriah, sebenarnya Nabi Muhammad SAW dan para sahabat tergolong sangat mampu dan memenuhi syarat haji. Namun, Nabi Muhammad SAW baru berhaji di tahun kesepuluh hijriah.

Berdasarkan kedua penjelasan di atas, mengerjakan ibadah haji merupakan kewajiban bagi yang mampu dan memenuhi syarat. Mayoritas ulama menyarankan agar segera berhaji saat mampu, dan ada sebagian ulama membolehkan menunda keberangkatan haji.

Pada tahun 2022 M. atau 1443 H., Pemerintah Kerajaan Arab Saudi kembali membuka dan menyelenggarakan haji. Setelah meniadakan penyelenggaraan ibadah haji selama dua tahun, karena pandemi Covid-19. Penyelenggaraan haji di tahun 1443 H., membuka peluang bagi calon jamaah haji asal Indonesia untuk menyegerakan ibadahnya.

NRA GROUP sebagai biro haji dan umrah terbesar di Indonesia menyediakan layanan pemberangkatan ibadah haji. Selama 22 tahun, NRA GROUP telah memberangkatkan lebih dari 7.500 jamaah haji, serta 135.000 jamaah umrah. Salah satu program spesial dari NRA GROUP adalah Program Haji Percepatan.

Dalam program tersebut, jamaah yang sudah mendaftar namun masih menunggu keberangkatan 4-5 tahun, dapat mempercepat keberangkatannya. NRA GROUP sebagai biro haji dan umrah terbaik dan terbesar di Indonesia, siap melayani percepatan keberangkatan haji melalui prosedur resmi, legal, dan sesuai dengan ketentuan hukum, baik di Indonesia maupun di Arab Saudi.

Wallahu ‘alam bi shawab